Sistem
Pelapisan Sosial (Kasta) di Bali
Bali
banyak mendapatkan pengaruh dari India. Salah satu pengaruhnya yakni pada
sistem kodifikasi atau stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial yang
dikembangkan di bali berdasarkan sistem kasta dan gelar. Gelar yang
menunjukkan satrtikasi seseorang disebut wangsa. Wangsa diperoleh melalui garis keturunannya berdasarkan garis dari ayah. Gelar
wangsa dibagi menjadi dua yakni gelar triwangsa dan gelar jaba. Gelar wangsa
terdiri dari brahmana, satria dan waisya. Gelar jaba untuk wangsa keempat yakni
sudra.
Gelar
wangsa untuk memberikan kedudukan dan status berdasarkan garis keturunan kepada seseorang
tanpa
terlepas dari alasan-alasan
politik,
ekonomi atau kesusilaan. Gelar triwangsa dahulu digunakan sebagai syarat
pokok untuk menjabat sebagai
pegawai tingkat desa. Hanya untuk pedanda haruslah orang yang berasal dari
keturunan brahmana. Namun, hal itu semakin berkurang karena pola tingkah perilaku
manusia itu sendiri.
Golongan
jaba pun bisa menduduki tempat penting dikepegawaian desa. Perilaku seperti ini
bergeseran stratifikasi sosial.
Startifikasi
sosial seperti ini menyebabkan terjadinya persaingan sosial. Persaingan
kelas banyak terjadi antara orang jaba dengan orang jaba, bukan terhadap orang
jaba kepada orang triwangsa. Persaingan banyak terjadi dalam masalah
perkawinan. Perkawinan ini menjadi hal sensitif karena berpengaruh pada garis
keturunan.
Sistem garis
keturunan dan hubungan kekerabatan orang Bali berpegang kepada prinsip
patrilineal (purusa) yang amat
dipengaruhi oleh sistem keluarga luar patrilineal yang mereka sebut dadia dan sistem
pelapisan sosial yang disebut wangsa (kasta). Sehingga
mereka terikat ke dalam perkawinan yang bersifat endogami dadaia dan atau
endogami wangsa. Orang-orang yang masih satu kelas (tunggal kawitan,
tunggal dadia dantunggal sanggah) sama-sama tinggi
tingkatannya. Dalam perkawinan endogami klen dan kasta ini yang paling ideal
adalah antara pasangan dari anak dua orang laki-laki bersaudara.
Masyarakat Bali
Hindu memang terbagi ke dalam pelapisan sosial yang dipengaruhi oleh sistem
nilai yang tiga, yaitu utama, madya dan nista. Kasta utama atau tertinggi
adalah golongan Brahmana, kasta Madya adalah golongan Ksatrya dan kasta nista adalah
golongan Waisya. Selain itu masih ada golongan yang dianggap paling rendah atau
tidak berkasta yaitu golongan Sudra, sering juga mereka disebut jaba wangsa (tidak berkasta).
Dari kekuatan sosial kekerabatannya dapat pula dibedakan atas klen pande, pasek, bugangga dan sebagainya.
Kehidupan sosial
budaya masyarakat Bali sehari-hari hampir semuanya dipengaruhi oleh keyakinan
mereka kepada agama Hindu Darma yang mereka anut sejak beberapa abad yang lalu.
Oleh karena itu studi tentang masyarakat dan kebudayaan Bali tidak bisa
dilepaskan dari pengaruh sistem religi Hindu. Agama Hindu Darma atau Hindu Jawa
yang mereka anut mempercayai Tuhan Yang Maha Esa dalam konsep Tri Murti,
yaitu Tuhan yang mempunyai tiga wujud: Brahma (Pencipta), Wisnu(Pelindung)
dan Syiwa (Pelebur Segala yang Ada). Selain itu ada pula beberapa
tokoh Dewa yang lebih rendah. Semuanya perlu di hormati dengan mengadakan
upacara dan sesajian. Mereka juga mengangap penting konsepsi tentang Roh abadi
yang disebut Athman, adanya buah setiap perbuatan (Karmapal), kelahiran
kembali sang jiwa (purnabawa) dan kebebasan jiwa dari kelahiran kembali
(moksa). Dalam menyelenggarakan pemakaman anggota keluarga orang Bali selalu
melaksanakan tiga tahapan upacara kematian,
Pertama, upacara
pembakaran mayat (ngaben), kedua, upacara penyucian (nyekah) dan ketiga,
upacara ngelinggihang.
Ajaran-ajaran di agama Hindu Darma itu termaktub dalam kitab suci yang disebut
Weda.
Tata kehidupan masyarakat Bali khususnya di
Kabupaten Gianyar, secara umum terbagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Sistem kekerabatan
yang terbentuk menurut adat yang berlaku, dan dipengaruhi oleh adanya klen-klen
keluarga; seperti kelompok kekerabatan disebut Dedia (keturunan), pekurenan,
kelompok kekerabatan yang terbentuk sebagai akibat adanya perkawinan dari
anak-anak yang berasal dari suatu keluarga inti.
2. Sistem
kemasyarakatan merupakan kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan
wilayah/ territorial administrasi (perbekelan/kelurahan) yang pada umumnya
terpecah lagi menjadi kesatuan sosial yang lebih kecil yaitu banjar dan
territorial adat. Banjar mengatur hal-hal yang bersifat keagamaan, adat dan
masyarakat lainnya.
Dari sistem
kemasyarakatan yang ada ini maka warga desa bisa masuk menjadi dua keanggotaan
warga desa atau satu yaitu : sistem pemerintahan desa dinas sebagai wilayah
administratif dan desa pakraman. Dari kehidupan masyarakat setempat terdapat
pula kelompok-kelompok adat.
sumber refrensi:
0 komentar:
Posting Komentar